Takfirisme, MUI dan Rekomendasi Muktamar Muhammadiyah [2]
Takfirisme, MUI dan Rekomendasi Muktamar Muhammadiyah [2]
HIDAYATULLAH.COM
Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Fahmi Salim
ARTINYA MUI sadar betul ada pemutarbalikan fakta dan mispersepsi yang dilakukan pihak tertentu secara sistematis mengkesudutkan MUI dan para ulama ormas Islam yang ingin menegakkan maruah fatwa aliran sesat dengan stigma takfirisme. Maka langkah strategis MUI menelurkan rekomendasi fatwa tentang kriteria (dlowabit) takfir harus didukung semua pihak yang konsen terhadap perlindungan agama (hifzhu diin) dari penistaan aliran sesat di Indonesia.
Hal lain yang perlu kita ingat adalah tragedi pemblokiran situs Islam yang sempat heboh pada bulan April 2015 ini. Penting digarisbawahi tuduhan Takfiri adalah satu alasan yang menyebabkan Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) kemudian merekomendasikan pemblokiran 22 situs Islam yang dinilai radikal kepada Kemenkominfo. Menurut BNPT, ada empat kriteria sebuah situs web media dapat dinilai radikal, antara lain:
Ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama.
Takfiriatau mengkafirkan orang lain.
Mendukung, menyebarkan, dan mengajak bergabung dengan ISIS/IS.
Memaknai jihad secara terbatas.
(sumber: http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150401093434-185-43429/kriteria-situs-islam-radikal-versi-bnpt/)
Jadi sungguh aneh bin ajaib, ormas Muhammadiyah yang diwakili ketua umum saat itu Prof. Din Syamsudin yang kerap mengkritisi bahkan mengusulkan pembubaran BNPT, justru malah terjebak dalam irama tabuhan BNPT yang selama ini represif terhadap situs media Islam yang kerap menelanjangi aliran sesat di depan umat Islam, dengan satu stigma takfiri yang membabi buta. Perhatikan link berikut:
http://www.sangpencerah.com/2015/04/din-syamsudin-bnpt-tidak-ada-gunanya.html
http://mui.or.id/mui/homepage/berita/berita-singkat/blokir-situs-islam-bnpt-represif.html
Rekomendasi Toleransi
Rekomendasi soal kerukunan dan toleransi sudah dikeluarkan resmi atas nama organisasi. Nasi sudah menjadi bubur. Namun tak ada salahnya dan belum terlambat untuk tausiyah kepada sesama muslim apalagi ormas Islam besar sekelas Muhammadiyah yang saya kagumi dan banggakan. Apalagi sikap resmi Muhammadiyah terhadap fenomena aliran sesat juga cukup tegas dan melegakan kita semua.
Majalah Tabligh misalnya, yang merupakan terbitan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam edisi No. 7/IX/Jumadal Awal-Jumadil Akhir 1433 H, hal 5, disebutkan bahwa akhir-akhir ini Syi’ah kembali mendapat sorotan, terlebih setelah muncul kasus di Sampang Madura. Hal tersebut juga mendapat perhatian dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sehingga dalam sidang plenonya telah mengeluarkan sikap yang berhubungan dengan kelompok Syi’ah tersebut.
Pertama: Muhammadiyah meyakini bahwa hanya Nabi Muhammad Rasullullah saw yang Ma’shum. Oleh sebab itu, Muhammadiyah MENOLAK konsep kesucian Imam-imam 12 (ma’shumnya imam-imam) dalam ajaran Syi’ah.
Kedua: Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad saw tidak menunjuk siapa pun pengganti beliau sebagai Khalifah. Kekhalifahan setelah beliau diserahkan kepada musyawarah umat, jadi kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum (Khulafa’arrRasyidin) adalah sah. Oleh sebab itu, Muhammadiyah MENOLAK konsep Rafidhahnya Syi’ah.
Ketiga: Muhammadiyah menghormati Sahabat Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat-sahabat yang lain, tetapi Muhammadiyah MENOLAK meng-Kultus-kan individu terhadap Ali bin Abi Thalib dan keturunannya dan menolak Konsep Ahlul Bait versi Syiah.
Keempat: Syi’ah hanya menerima hadis dari jalur Ahlul Bait, ini berakibat ribuan hadis shahih –walaupun diriwayatkan Bukhari Muslim- ditolak oleh Syi’ah. Dengan demikian, banyak sekali perbedaan antara Syi’ah dan Ahlussunnah baik masalah Aqidah, Ibadah, Munakahat, dan lain-lainnya.
Selain itu, jika kita perhatikan kolom tanya jawab al-Islam di web resmi www.muhammadiyah.or.id ketika menjawab pertanyaan seputar ajaran LDII yang ditengarai masih menganut ajaran Islam Jamaah yang pernah difatwakan sesat oleh MUI pimpinan Buya Hamka (tokoh besar Muhammadiyah) pada tahun 70-an:
Bahwa LDIl pemah ditetapkan sebagai aliran sesat, karena dianggap reinkarnasi dari Islam Jamaah. Butir kesesatannya adalah karena di antara paham yang dikembangkan oleh LDll ini adalah paham takfir, yakni menganggap semua orang Islam yang tidak bergabung ke dalam barisannya dianggap sebagai orang kafir. LDll yang didirikan oleh mendiang Nur Hasan Ubaidah Lubis, awalnya bernama Darul Hadis, kemudian berganti nama menjadi Islam Jama’ah, setelah dinyatakan terlarang oleh Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Karena kembali meresahkan masyarakat, akhirnya dilarang melalui SK Jaksa Agung RI No. Kep.-08/D.A/10. 1971.Setelah itu berganti nama LEMKARI(Lembaga Karyawan Dakwah Islam), pada tahun 1990 dalam Mubes di Asrama Haji Pondok Gede berganti nama menjadi LDII
Untuk diketahui, Pokok-Pokok Ajaran islam Jamaah / LDIl adalah sebagai berikut:
Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orangtua sekalipun.
Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang melakukan shalat di masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.
Wajib taat pada amir atau imam mereka.
Mati dalam keadaan belum baiat kepada amir/imam LDIl maka akan mati jahiliyah (kafir).
Al-Qur an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang mankul (yang keluar dari mulut imam/amir mereka) selain itu haram diikuti.
Haram mengaji Al-Qur’an dan Hadits kecuali kepada imam/amir mereka.
Dosa bisa ditebus kepada sang amir atau imam dan besarnya tebusan tergantung besar kecilnya dosa yang diperbuat dan ditentukan oleh amir/imam.
Harus rajin membayar infak, shadaqah dan zakat kepada Amir/Imam mereka. Selain kepada mereka adalah haram.
Harta zakat, infak dan shadagah yang sudah diberikan kepada amir/imam haram ditanyakan catatannya atau penggunaannya.
Haram membagikan daging Qurban/ zakat fitrah kepada orang Islam di luar kelompoknya
Haram shalat di belakang imam yang bukan dari kelompok mereka, kalau terpaksa tidak perlu wudlu dan harus diulang.
Haram menikahi orang di luar kelompoknya.
Perempuan LDIl kalau mau bertamu di rumah orang selain kelompoknya harus memilih waktu haid (dalam keadaan kotor).
Kalau ada orang di luar kelompok mereka bertamu ke rumah mereka maka bekas tempat duduknya harus dicuci karena dianggap najis.
(sumber: http://www.muhammadiyah.or.id/13-content-188-det-tanya-jawab-alislam.html)
Bahkan di dalam jawaban itu, Muhammadiyah meratifikasi 10 kriteria aliran sesat yang difatwakan oleh MUI Pusat sejak Rakernas MUI tahun 2007 silam yaitu:
Mengingkari rukun iman dan rukun Islam
Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah),
Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an
Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Qur’an
Melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir
Mengingkari kedudukan Hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam
Melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul
Mengingkari Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir
Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
Mengkafirkan kaum muslim (takfir) tanpa dalil syar’i
Jadi sangat jelas sekali dari jawaban diatas bahwa salah satu ciri khas yang melekat dalam tubuh aliran sesat adalah doktrin Takfiri terhadap kaum muslimin yang tidak bergabung ke dalam kelompoknya. Sehingga ketika fenomena takfir yang dilancarkan aliran sesat kepada kita yang tidak sepakat dan menentang ajarannya, lalu kemudian diputar balikkan seolah umat Islam mayoritas itulah yang gemar mengkafirkan penganut aliran sesat semacam Ahmadiyah, Syiah dan LDII. Padahal sudah jelas fatwa kesesatan suatu aliran keagamaan yang dikeluarkan oleh MUI tidak otomatis adalah kekafiran dengan segala konsekuensi syar’inya, sebagaimana putusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI di Cikura Tegal.
Umat Islam yang selama ini menjadi korban pengkafiran (takfiri) dari gerakan aliran sesat itu malah saat ini makin merana dituding gemar melakukan takfir terhadap kelompok yang berbeda keyakinan. Baik oleh BNPT, maupun oleh putusan rekomendasi Muktamar Muhammadiyah. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Sehingga tidak kaget kalau pentolan JIL dan para pengekornya sangat senang dan menyanjung setinggi langit “Rekomendasi Toleransi” dalam 13 butir Rekomendasi Muktamar 47 Muhammadiyah di Makassar. Hal itu tidak berlebihan, karena isi butir “Toleransi dan Kerukunan” sangat menohok MUI (terkait dengan fatwa-fatwa kesesatan aliran keagamaan) dan ulama ormas Islam yang gigih berjuang mensosialisasikan fatwa atau rekomendasi fatwa MUI tersebut. Selain kelompok JIL yang dikenal sebagai pembela kaum minoritas, maka yang diuntungkan dari rekomendasi toleransi itu adalah badan-badan dan person tokoh-tokoh yang menakhodai aliran menyimpang beserta pengikutnya di Indonesia.
Kita tentu saja tidak menolak ajakan toleransi dan kerukunan dari manapun datangnya. Namun toleransi dan kerukunan yang tepat sasaran. Bukan malah yang merugikan umat Islam sehingga dapat memicu maraknya penistaan terhadap kemurnian ajaran Islam. Ajakan untuk “mengadakan dialog intra umat Islam serta mengembangkan pemahaman tentang perbedaan keagaaman di antaranya dengan menyusun fiqh khilafiyah” sebagaimana bunyi rekomendasi Muktamar adalah perlu dan baik sepanjang perbedaan itu terjadi di dalam ranah fiqih praktis dalam amaliyah ibadah atau muamalat. Itu yang disebut oleh MUI dalam putusan Ijtima Ulama di Gontor tahun 2006 sebagai taswiyatul manhaj. Bahwa perbedaan yang ditoleransi adalah dalam wilayah pemahaman keagamaan ‘ma alayhi ana wa ashabi’ atau ahlussunnah wal jamaah dalam pengertiannya yang luas. Sedangkan perbedaan jika terjadi di wilayah ushul dan akidah, maka itu bukan lagi wilayah perbedaan yang ditoleransi, tetapi penyimpangan yang perlu diamputasi.
Janganlah dibalik, kita umat Islam tak jarang ditanamkan sikap tidak toleran terhadap praktek amaliyah fiqhiyah di bidang ibadah seperti kaifiyah dan jumlah rakaat tarawih dan witir Ramadhan, qunut shalat Subuh, Yasinan dan tahlilan, serta penetapan hari raya dengan metode rukyat atau hisab, dst, tetapi kita disuruh toleran dan rukun dengan aliran yang menistakan akidah kepungkasan Nabi Muhammad saw, atau yang mengkafirkan dan menistakan kehormatan para pembesar sahabat dan istri Nabi yang mulia, serta menganggapnya itu khilafiyah biasa. Na’dudzu billah min dzalik.Wallahu a’lam bil-shawab.*/Jakarta, 23 Syawal 1436 H/8 Agustus 2015
Penulis anggota biasa Muhammadiyah
Komentar
Posting Komentar