BELAJAR DARI KISAH TAUBATNYA LAKI-LAKI PEMBUNUH 100 ORANG
Setiap manusia pasti pernah bersalah, pernah melakukan dosa. Dan sebaik-baik orang yang pernah berbuat salah dan berdosa adalah yang bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan tulus dan ikhlas.
Di dalam sebuah riwayat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
Setiap anak Adam banyak salahnya, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang selalu bertaubat (kepada Allah). (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dll.)
Namun, terkadang kita dapati segelintir orang yang putus asa dan enggan bertaubat. Bukannya ia tidak mau, tapi ia menduga bahwa pintu taubat Allah telah tertutup baginya, Allah tidak akan mengampuninya. Ia merasa sudah terlalu banyak dosa yang diperbuat, terlalu berat maksiat yang dikerjakan. Padahal Allah adalah Rabb Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Maha Menerima taubat setiap hamba-Nya. Janganlah pernah berputus asa dari rahmat Allah.
Oleh karena itu, jika kita berbuat salah atau bermaksiat kepada-Nya, marilah kita bersegera kembali dan bertaubat kepada-Nya. Jangan menunggu setelah dewasa atau berumur tua. Kuatir kematian akan segara menyusul kita. Cepatlah bertaubat sebelum ruh ini sampai di tenggorokan . Karena ketika nyawa sampai di tenggorokan, taubat seorang hamba tidak akan diterima. Ingat, ajal tidak menunggu tobatmu. Kematian akan datang kapan saja.
.
Mari kita simak sebuah kisah nyata di jaman bani Israel, tentang taubatnya seorang pembunuh berdarah dingin yang telah menghabisi 99 nyawa manusia dan digenapinya jadi 100 nyawa. Meskipun demikian, Allah tetap mengampuni dosanya dan menerima taubatnya. Sesungguhnya rahmat allah begitu luas, Allah Maha Pengampun.
Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dahulu sebelum kalian ada seorang (dari bani Israil) yang telah membunuh 99 jiwa. Kemudian ia bertanya siapa yang paling tahu tentang agama yang ada di dunia ini. Lalu ditunjukkan kepadanya seorang rahib (ahli ibadah). Ia pun mendatanginya dan menjelaskan, bahwa dirinya telah membunuh 99 jiwa, apakah ada kesempatan untuk taubat bagi dirinya? Rahib itu menjawab, “Tidak.” Akhirnya ia membunuh rahib itu sekalian, sehingga lengkaplah seratus jiwa yang telah melayang di tangannya. “
Kemudian ia kembali bertanya tentang orang yang paling tahu agama yang ada di dunia ini. Lalu ia ditunjukkan kepada seorang yang alim (berilmu). Orang itu bercerita, bahwasanya ia telah menebas 100 jiwa, apakah masih ada kesempatan bertaubat baginya? Seorang alim itu menjawab, “Ya, ada, siapa yang menghalangi dirimu untuk bertaubat? Pergilah engkau ke kampung ini, karena sesungguhya di sana ada sekelompok manusia yang beribadah hanya kepada Allah semata, beribadahlah kepada Allah bersama mereka, dan janganlah engkau kembali ke kampungmu yang dulu, karena kampung itu adalah kampung yang buruk.“
Lalu ia pun pergi merantau meninggalkan kampung halamannya. Tatkala sampai di tengah perjalanan, ternyata kematian datang menjemputnya. Kemudian malaikat rahmat dan malaikat azab berseteru tentang status orang ini.
Malaikat rahmat berkata: “Dia datang dalam keadaan bertaubat kepada Allah seraya menghadapkan hatinya kepada-Nya.” Malaikat azab berkata: “Sesungguhnya ia belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali.”
Kemudian datanglah malaikat yang berwujud manusia, lalu ia dijadikan sebagai hakim (pemutus perkara) di antara mereka berdua. Malaikat yang berwujud manusia itu berkata: “Ukurlah jarak antara dua kampung tersebut. Ke arah mana ia lebih dekat, maka berarti ia lebih berhak di masukkan ke sana.”
Lalu mereka mengukurnya dan mendapati orang itu lebih dekat kepada kampung tujuan. Akhirnya ia dibawa oleh malaikat rahmat. (muttafaq ‘alahi)
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Maka ia lebih dekat sejengkal dengan kampung yang baik itu, dan ia pun digolongkan ke dalam penduduknya.“
Di dalam riwayat yang lain pula disebutkan, “Kemudian Allah mewahyukan kepada bumi untuk menjauhkan jarak dari kampung halamannya dan mendekatkan kepada kampung tujuan.”
Lalu malaikat yang berupa manusia itu berkata: “Hitunglah jarak antara keduanya.” Ternyata mereka mendapati orang itu sejengkal lebih dekat ke kampung tujuannya. Akhirnya ia pun diampuni. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Komentar
Posting Komentar