Meneladani Rasulullah Dalam Memfungsikan Masjid Sebagai Pusat Pembinaan Umat*)

Saat ini rasanya sangat sulit untuk mendapatkan masjid yang di fungsikan secara ideal menurut Sunnah Rasulullah. Secara umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam pengelolaan masjid-masjid zaman sekarang. pertama pengelolaan masjid secara konvensional yaitu gerak dan ruang lingkup masjid di batasi pada demensi vertical saja, sedang dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid (baca agama). Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak digunakan kecuali untuk sholat jamaah setelah itu msjid di kunci rapat-rapat, bahkan terkadang jamaahpun hanya tiga waktu; maghrib, isyak dan subuh. Tipe kedua adalah pengelolaan masjid yang melewati batas syara’, biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan pada fungsi sosial masjid, tetapi mereka ini kebablasan. Maka diselenggarakannya berbagai acara menyimpang di masjid (aulanya). Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau tarian, perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yang tak pantas diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi sosial yang ironinya menabrak syariat Islam, dan mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam arti luas. Belum lagi setiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yang berbeda dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus, jarangnya pengurus dan jamaah sekitar yang shalat ke masjid, terjadinya perselisihan antar pengurus dalam menentukan kebijaksanaan dan lain sebaginya. Nampaknya faktor internal yang menjadi penyebab utama terbelangkainya rumah-rumah Allah tersebut. Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah yang seperti di contohkan Rasulullah memang tak semudah membalikan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah. Kesungguhan dalam bekerja, kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun luar. Secara umum, Allah telah memberikan beberapa kreteria yang amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid, Allah berfirman: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shlat, menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”(At-Taubah:18) Merupakan satu langkah mundur jika kepentingan masjid diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi masjid, selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang-orang yang di kenal dalam ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam. Masjid dan Pengelolaannya Kitab-kitab sejarah dan hadits Rasulullah telah mencatat fungsi-fungsi masjid, diataranya sebagai tempat musyawarah, belajar dan mengajar, latihan perang dan lain sebaginya (lihat hadits riwayat Bukhari). Masjid pada masa Rasulullah dan generasi Islam pertama dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah, sentral pengembangan keilmuan, pemikiran, moral, pendidikan sosial. Disanalah tempat para sahabat menimba ajaran-ajaran dan tempat untuk memecahkan segala urusan mereka sehari-hari. Landasan asasi agar peran dan fungsi kembali seperti semula tiada lain aialah taqwa, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 18. Disamping persyaratan taqwa sebagai dasar utama pembangunan masjid, sosok penghuni idial penghuni masjid yang memenuhi kreteria Allah akan menjadi penentu keberhasilan refungsionalisasi peran masjid seperti yang diharapkan. Pribadi-pribadi yang memiliki komitmen pembersihan diri, yang tidak sekedar pembersihan diri secara lahiriyah berupa kesucian dari hadats maupun najis semata, tetapi juga bersih dari dosa-dosa dengan tobat dan bersih diri dari kesyirikan yang layak menjadi pendukung masjid-masjid Allah. Hal ini sesuai dengan apa yang di tegaskan dalam firman Allah: “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk “. (At-Taubah 17-18) Sesuai isi surat At-Taubah ayat 17-18, Allah tidak menghendaki orang-orang musryik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah yang dibangun atas nama Allah semata-mata dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Ayat ini mewajibkan bagi kaum muslimin untuk memelihara hukum-hukum masjid dan melarang orang-orang musryik untuk terlibat di dalamnya. Dari keterangan ini jelaslah bahwa Allah sama sekali tidak menginginkan orang-orang yang memakmurkan atau mengelola masjid dan menjadi pendukung rumah-rumah Allah adalah orang-orang musryik ataupun ahli kesyirikan. Allah mensyaratkan bahwa takmir masjid adalah orang-orang yang mentauhidkan Allah , beriman kepada hari akhir, beriman dengan segala apa yang diturunkan Allah, menegakkan shalat 5 waktu sehari semalam, menunaikan zakat dan tidak beribadah melainkan kepada Allah. Berkaitan dengan kualifikasi menegakkan shalat lima waktu sehari semalam, menurut jumhur ulama salaf maupun khalaf, kaum laki-laki hukumnya wajib melaksanakan shalat fardhu dengan jamaah di masjid (lihat shahih Bukhari juz 2 kitab al adzan, bab wajib shalat berjamaah) Kreteria pelengkap yang lain yaitu hendaknya seorang takmir (pengurus) masjid adalah sosok yang termasuk di dalam 3 golongan yang mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat di saat tidak ada perlindungan kecuali nauangan-Nya, yaitu: “Pemuda yang sibuk di dalam beribadah kepada Allah, seseorang yang hatinya senantiasa bergantung pada masjid, dan seseorang yang mengingat Allah (dzikurllah) dalam keadaan bersendiri lalu berlinang air matanya”. (HR Bukhari-Muslim, Tirmidzi dan Nasai) Penjelasan hadits ini menurut Syekh Muhammad bin ‘Alau as-Shiddiqy as-Syafii dalam kitab Dalilul Syarah Riyadhus Shalihin bahwa pemuda yang sibuk beribadah kepada Allah yaitu mereka beribadah hingga wafat dalam keadaan tetap seperti itu, yang menghabiskan masa mudanya dan kesibukan kegiatannya untuk beribadah. Seseorang yang hatinya bergantung pada masjid terus menerus, hatinya terikat dengan masjid meskipun fisiknya berada di luar masjid. Kuatnya cinta kepada masjid sehingga apabila keluar masjid muncul keinginan untuk kembali ke masjid. Seseorang yang mengingat Allah hingga berlinang air matanya selalu mengingat Allah baik dengan lisan mapun hatinya, menyadari tatkala beribadah dari keramaian manusia agar benar-benar menghadap kepada Allah dan tidak berpaling kepada selain-Nya serta jauh dari riya’ (beramal ingin di lihat manusia). Manhaj Modal Pembinaan Pemakmur Masjid Untuk membentuk sosok-sosok pemakmur masjid Allah yang Istiqomah saja tidaklah mudah, hal ini bisa diamati pada fenomena tahunan umat Islam saat bulan ramadhan, dimana hampir semua orang betul-betul tampak aktif berkecimpung di masjid, meramaikannya dengan berbagai paket kegiatan, shaf-shaf di semua masjid penuh bahkan mbludak ke luar ruangan atau halaman masjid. Namun yang memprihatinkan adalah begitu ramadhan lewat, usailah pula semarknya masjid itu. Oleh karena itu untuk menciptakan jamaah masjid yang benar mau berpartisipasi memakmurkan masjid Allah dan memujudkan tercapainya upaya menghidupkan kembali peran dan fungsi masjid seperti yang di contohkan Rasulullah dan para sahabat, maka harus ada suatu model/pola pembianaan tertentu bagi para pemakmur masjid-masjid Allah. Prinsip-prinsip fundamental model pembinaan pemakmur masjid Allah adalah: 1. Al-Qur’anul Karim, Berdasarkan firman Allah: “Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat” (Al-An’am 155). 2. As-Sunnah As-Shahiha Berdasarkan firman Allah: “ keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan, (An-Nahl 44) Serta sabda Rasulullah: “Ketahuilah, sesungguhnya telah diturunkan kepada Al-Qur’an dan yang serupa bersamanya (yaitu As-Sunnah”. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim) 3. Pemahaman Salafus Shalih Berdasarkan firman Allah dan Sabda Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)” (Al-Fath 18) “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (At-Taubah 100) “…………….Semuanya di dalam neraka, kecuali satu golongan yaitu (mereka) yang memahami dan beramal sebagimana Aku dan para Sahabat-Ku”. (HR. TIrmidzi, Ahmad dan Ibnu Abi Ashim). Jadi karakteristik landasan model pembinaan yang bersumber dari prinsip-prinsip di atas bercirikan 3 hal yaitu: a. Tauhid Merujuk kepada azas yang melandasi pembangunan masjid Allah adalah taqwa dan juga karakteristik masjid yang ditentukan oleh Allah dalam Firmannya: “Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (Al-Jin 18) “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” (An-Nahl 36) “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (Al-Anbiyaa’ 25) b. Ittiba’ Sunnah Sebagaimana Allah berfirman: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.(Al-Hasyr 7) “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Al-Imran 31) C. Tazkiyatun Nufus Sebagaimana Allah berfirman: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (Al-Baqarah 151) “Dan iwa serta penyempurnaannya (ciptaannya).Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.(As-Syams 7-10) *)Di adaptasi dari materi “Diklat Menjemen Masjid” yang diselenggarakan Yayasan Nida’ul Fitrah Surabaya bekerjasama Dengan Yayasan Qolbun Salim Malang pada tanggal 1-2 Januari 2000 di Masjid Raden Patah UNIBRAW Malang

Komentar

Postingan Populer